Kamis, 16 September 2010

Dari Bethoune House, Katemi Berjuang

Tidak mudah bagi Katemi (31), buruh migran Indonesia (BMI) asal Desa Sumber Wadug,
Kabupaten Banyuwangi untuk mendapatkan hak-haknya. Dialah contoh BMI yang didzolimi majikannya, diberi gaji dibawah standar (underpayment). Berkat perjuangan dan penanganan lembaga terkait, ia akhirnya mendapat apa yang diimpikan.

Terkait perjuangan para buruh migran yang didzolimi ini, keberadaan shelter atau penampungan tak bisa dianggap sepele. Di tempat penampungan ini, seorang buruh migran, bisa ‘istirahat’ sejenak, sambil menunggu penanganan kasusnya hingga tuntas. Kasus Katemi sebagai contoh BMI yang sedang punya masalah dengan majikan, namun berakhir bahagia (happy ending).

Belum Temukan Majikan Baru, Transit Saja di Macau!

Macau yang lebih dikenal sebagai kota casino atau meja judi No.1 di Asia punya arti tersendiri bagi para buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong. Ternyata kota ini jadi jujugan, lebih tepatnya jadi transit bagi para BMI yang belum mendapat majikan baru atau pun menunggu visa baru turun. Minggu (30/5), Memo yang berkesempatan berlibur dan menyambangi Macau berhasil menemui sejumlah BMI yang memanfaatkan Macau sebagai tempat transit. Selain tentu saja menikmati pemandangan nan indah dan bangunan-bangunan kuno di lokasi bekas jajahan Portugis ini.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 45 menit, perjalanan dimulai dari Shung Wan atau Central, naik kapal ferry. Sebelumnya beli tiket dulu, satu orang kurang lebih HK$ 300 pulang-pergi. Begitu sampai di Macau, keluar dari pintu, banyak bus yang siap mengantar kemana pun tujuan, gratis ! dan sepanjang jalan seperti, San Malo, Venetian dan Sam Can Tang, Memo melihat banyak BMI yang berkeliaran dan duduk duduk. Mereka sengaja menjadikan Macau sebagai pelarian ketika di Hong Kong tidak mendapatkan majikan, sementara visa (surat ijin tinggal) sudah hampir habis (batas minimal 14 hari). Tidak hanya buruh migran asal Indonesia saja di Macau, hal yang sama juga dilakukan buruh migran asal Filiphina, Thailand, Nepal, Pakistan maupun Afrika.

Kisah Sedih Dari Shelter KOTKIHO

Disiksa Majikan, Diperas AGen

Lagi, seorang buruh migrant Indonesia (BMI) di Hong Kong mengalami kekerasan saat bekerja di rumah majikannya. Apesnya lagi, saat ia lari ke agennya, bukan penyelesaian yang ia dapat, justru dari oleh agen dia diperas. Berulang kali ia disuruh bekerja paruh waktu (partime) dan uang hasil kerjanya justru diambil oleh sang agen, hingga kini ia berstatus overstay (kelebihan ijin tinggal). Buruh migrant itu adalah Lulu (28 tahun) asal Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Dia diberangkatkan oleh Penyalur Jasa Tenaga Kerja PT. Amalia Rojikin Jaya yang beralamatkan di Dunul Rejo Malang.
Lulu anak ketiga dari tiga bersaudara ini, seperti kebanyakan BMI yang lain datang merantau ke Hong Kong ingin merubah nasib keluarganya. Tapi, begitu tiba di Hong Kong, setelah diambil agency yang berada di daerah Tuen Mun, dia dipekerjakan di rumah majikannya di daerah Tuen Mun pula. Pekerjaan Lulu adalah mengurus 2 anak, perempuan dan laki laki. Sekedar catatan, sebelum mempekerjakan Lulu, majikan tersebut sudah 6 kali memutuskontrakkerja (interminit) pembantu. Dengan kasus Lulu, berarti tujuh kali majikan tersebut mem-PHK pembantu.

“Rela” Digaji Dibawah Standar, BMI Hong Kong Membengkak

“Rela” Digaji Dibawah Standar, BMI Hong Kong Membengkak

* Jumlahnya Mencapai 124.753 Orang

Jumlah buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong terus mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah BMI melonjak hampir dua kali lipat dalam 4 tahun terakhir ini. Data per Februari di KJRI dan Caritas HK, jumlah BMI mencapai 124.753. Jumlah tersebut lebih kecil 1.778 dari jumlah buruh migran asal Filiphina yang berjumlah 126.531.
Ada beberapa faktor pemicu membengkaknya jumlah BMI di antaranya, faktor underpayment (gaji dibawah standar). Para BMI tidak banyak protes ketika digaji dibawah standar sehingga mendorong para majikan dan agen lebih memilih buruh asal Indonesia. Sementara, faktor lainnya adalah kemampuan buruh migran asal Indonesia yang menguasai bahasa Hong Kong (Kantones) yang jauh lebih baik dibanding buruh migran asal Filiphina. Buruh asal negara yang pernah dipimpin diktator Marcos itu secara umum lebih mahir berbahasa Inggris. Ini karena sebagian BMI di Hong Kong job kerjanya sebagian besar menjaga orang tua lansia, jompo (berusia lanjut), yang mana mereka lebih nyaman menggunakan Bahasa Kantones.

Buruh Migran Unjuk rasa KJRI

Beaya Pelatihan Mestinya Ditanggung Negara

Hongkong merupakan salah satu negara tujuan favorit buruh migrant Indonesia (BMI)) yang berjuang untuk menjadi pahlawan keluarga dan negara. Saat ini tercatat sekitar 124.000 BMI yang bekerja di Hongkong, dengan komposisi 99.9 persen perempuan dan 0.01 persen laki laki. Jumlah ini meningkat secara signifikan sejak 10 tahun terakhir.

Meski pemerintah kerap gembar-gembor memudahkan pelayanan dan perlindungan pada BMI, namun masih saja ditemui sejumlah persoalan. Di antara sejumlah persoalan buruh migrant di Hongkong adalah kasus underpayment (gaji dibawah standar) dan cost structure (tingginya biaya penempatan BMI ke Hongkong yang dibebankan pada para BMI dengan cara dipotong gaji selama 7bulan.
Dua persoalan yang sangat merugikan buruh migran itu, Minggu (8/3) lalu kembali disorot para aktivis buruh. Ratusan BMI mendatangi Kantor Konsulat Jendral Republik Indonesia(KJRI) di Causeway bay, Hongkong. Mereka terbagi dalam dua tahap, aksi pertama pada jam 12 siang digelar ATKI dan PILAR. Disusul berikutnya gabungan IMWU dan KOTKIHO.
Aksi yang bersamaan dengan Peringatan International Women’s Day yang jatuh pada tanggal 8 Maret, para aktivis menuntut pencabutan Undang Undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri ( PPTKILN). Selain itu mereka juga menuntut perbaikan layanan KJRI, serta Kontrak Mandiri.

* Dari Konferensi Pers KOTKIHO – IMWU
Hentikan Perlakuan Diskriminatif dan Penindasan Terhadap PRT

Buruh migrant adalah jutaan manusia yang mencoba mengadu nasib dengan bekerja di luar negeri, meninggalkan keluarga, saudara dan kampung halaman. Demi tercapainya kesejahteraan bagi individu, keluarga, komunitas dan negara. Seperti di Hong Kong, jumlah buruh migran tiap tahunnya selalu bertambah. Sebagian besar dari mereka (99 persen) bekerja di sektor rumah-tangga.
Secara umum kondisi buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong memang lebih baik dari BMI di negara-negara penempatan lainnya. Di Hong Kong, BMI terlihat begitu mudahnya saling berinteraksi dengan BMI lainnya, fasilitas yang mudah dan akses komunikasi yang sangat memadai. Tapi di antara mereka, masih ada sebagian BMI, dalam kondisi tertindas, diperas, dan mengalami penyiksaan, baik oleh agency maupun majikan yang memperkerjakan BMI tersebut.

Pilpres di Hong Kong

PEMILU di Hong Kong, SBY-BOEDIONO Menang Mutlak

Pemilihan Presiden (Pilpres) secara langsung telah usai digelar serentak pada 8 Juli lalu. Sebagaimana di Indonesia, pelaksanaan Pemilu di Hong Kong juga berlangsung aman dan tertib. Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN-HK), Dicky Soerjanatamihardja, menjelaskan, dari 365 pemilih, 347 suara dinyatakan sah, dan 18 suara dinyatakan tidak sah, karena salah contreng, dan surat suara yang kembali yang tidak disertai surat pengantar.

Data dari PPLN, Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Hong Kong mencapai 98.316 suara, termasuk 2000 suara dari Macau. Sebelumnya, pihak PPLN telah melepas lebih dari 90 ribu surat suara melalui pos, dikirimkan kepada para buruh migran yang tidak bisa datang langsung ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).