Beaya Pelatihan Mestinya Ditanggung Negara
Hongkong merupakan salah satu negara tujuan favorit buruh migrant Indonesia (BMI)) yang berjuang untuk menjadi pahlawan keluarga dan negara. Saat ini tercatat sekitar 124.000 BMI yang bekerja di Hongkong, dengan komposisi 99.9 persen perempuan dan 0.01 persen laki laki. Jumlah ini meningkat secara signifikan sejak 10 tahun terakhir.
Meski pemerintah kerap gembar-gembor memudahkan pelayanan dan perlindungan pada BMI, namun masih saja ditemui sejumlah persoalan. Di antara sejumlah persoalan buruh migrant di Hongkong adalah kasus underpayment (gaji dibawah standar) dan cost structure (tingginya biaya penempatan BMI ke Hongkong yang dibebankan pada para BMI dengan cara dipotong gaji selama 7bulan.
Dua persoalan yang sangat merugikan buruh migran itu, Minggu (8/3) lalu kembali disorot para aktivis buruh. Ratusan BMI mendatangi Kantor Konsulat Jendral Republik Indonesia(KJRI) di Causeway bay, Hongkong. Mereka terbagi dalam dua tahap, aksi pertama pada jam 12 siang digelar ATKI dan PILAR. Disusul berikutnya gabungan IMWU dan KOTKIHO.
Aksi yang bersamaan dengan Peringatan International Women’s Day yang jatuh pada tanggal 8 Maret, para aktivis menuntut pencabutan Undang Undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri ( PPTKILN). Selain itu mereka juga menuntut perbaikan layanan KJRI, serta Kontrak Mandiri.