Kamis, 16 September 2010

Dari Bethoune House, Katemi Berjuang

Tidak mudah bagi Katemi (31), buruh migran Indonesia (BMI) asal Desa Sumber Wadug,
Kabupaten Banyuwangi untuk mendapatkan hak-haknya. Dialah contoh BMI yang didzolimi majikannya, diberi gaji dibawah standar (underpayment). Berkat perjuangan dan penanganan lembaga terkait, ia akhirnya mendapat apa yang diimpikan.

Terkait perjuangan para buruh migran yang didzolimi ini, keberadaan shelter atau penampungan tak bisa dianggap sepele. Di tempat penampungan ini, seorang buruh migran, bisa ‘istirahat’ sejenak, sambil menunggu penanganan kasusnya hingga tuntas. Kasus Katemi sebagai contoh BMI yang sedang punya masalah dengan majikan, namun berakhir bahagia (happy ending).

Bethoune House adalah salah satu shelter Hongkong, tepatnya di Jordan-Kowloon. Minggu(22/3), saat Memo berkesempatan mengunjungi shelter milik Caritas Hongkong ini, ada 46 buruh migran yang sedang ‘istirahat’ di penampungan ini menunggu kasusnya ditangani. Mereka tidak hanya berasal dari Indonesia, tapi juga dari Filipina. Kasus yang menimpa mereka antara lain, kasus underpayment, penyiksaan oleh majikan, pelecehan seksual dan pemecetan secara sepihak yang dilakukan oleh majikan tanpa memberi hak hak mereka.
Katemi adalah satu di antara 46 buruh yang ada di Bethoune House. Sudah 3 bulan, ia berada di penampungan karena mengalami kasus gaji dibawah standar. Ia bekerja di 3 rumah tepatnya di daerah Taipo NT.
Saat di penampungan dulu (PJTKI), Katemi tanda tangan kontrak kerja tertulis digaji full yaitu HK$ 3580 (5 juta ), tapi pada kenyataannya, saat Katemi bekerja di rumah majikannya, ia hanya digaji separoh sebesar HK$ 2000.
Saat mendapati hal ini, Katemi mencoba mengadukan kepada agennya, tapi jawabannya tak memuaskan. “Katanya dijalani saja, katanya saya baru pertama kali kerja di Hongkong, juga disinggung soal bahasa,” kata Katemi soal jawaban agen.
Selama bekerja 14 bulan, Katemi tidak pernah mendapatkan hak liburnya. Sekali minta libur gajinya dipotong HK$ 100. Belum lagi, perangai majikannya yang super cerewet dan pelit. Karena tidak kuat, terpaksa Katemi ngacir dari rumah majikannya menuju ke agen.
Selama di agen, Katemi tidak pernah diurus, bahkan agennya berniat memulangkannya ke tanah air. Tahu akan dipulangkan oleh agen, Katemi memilih kabur lagi dan atas saran temannya, ia akhirnya masuk ke shelter Bethoune house. Kini kasusnya dilimpahkan ke Labour dan Imigrasi HK.
Bulan Februari lalu, dengan difasilitasi oleh Labour (Badan Pemerintahan setempat yang menangani kasus Buruh), Katemi telah dipertemukan dengan majikannya itu. Katemi dan majikannya akhirnya menempuh jalan damai dan semua tuntutan Katemi telah dibayar oleh majikannya. Ia menerima HK$ 46.000 (sekitar Rp 80 juta).
Masih di tempat yang sama, ada Ani, BMI asal Cilacap, yang baru beberapa bulan bekerja di rumah majikannya, tepatnya di daerah Tuen Mun. Ani mengalami penyiksaan oleh majikan perempuannya. Saat Memo berusaha mewancarainya, dia menolak halus. Selain tak ingin kasusnya diangkat, ia masih menahan rasa sakit di bagian kepala yang memar dipukul sepatu oleh majikan perempuannya. Namun menurut Juvi (ibu asrama), kasus Ani telah ditangani pihak berwenang.
BMI Banyak Alami Underpayment
Baru baru ini diberitakan Suara -HK, praktek underpayment, hanya dialami oleh buruh migran asal Indonesia. Dan itu tak dialami buruh migran asal Pilipina maupun Thailand. Ini mengutip hasil survei Lembaga Caritas HK, yang dilakukan Februari 2009 lalu.
Buruh migran asal Indonesia ada yang digaji antara HK$ 2000-HK$ 1800/bulan, jauh dibawah standar upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah HK sebesar HK$ 3850.
Selain menerima gaji dibawah standar, para BMI juga dikenai biaya agen lebih tinggi dari yang telah ditentukan oleh aturan hukum HK. Para BMI pun tidak mendapat libur mingguan, libur tanggal merah dan disuruh bekerja di luar kesepakatan kontrak kerja.
Menanggapi hal ini dan berbagai protes organisasi BMI, Konjen RI di Hongkong, Ferry Adamhar, menyampaikan pernyataan klise dan hanya mengulang pernyataan sebelumnya. Kata Ferry, pihaknya pernah mengusulkan hal ini kepada pemerintah Hongkong untuk membangun Center guna mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh para BMI. Kini juga telah dibangun kerjasama antara pemerintah HK dan Indonesia untuk mengatasi hal tersebut, utamanya kasus underpayment
Para BMI berharap adanya langkah nyata yang tegas dari pemerintah Indonesia, mengingat hanya BMI yang mengalami hal ini (underpayment). (uly)

Terpublikasi di Tabloid Memorandum

1 komentar:

  1. buruh, ini namanya saja udah buruh, mendengarnya saja kita dah berpikir kelasnya renda, ribet dah...apalagi mereka yang biasa mepekerjakan buruh...,
    hemmm aku harus menarik nafas benar2 panjang untuk berkomentar..
    gila kapan buruh itu bisa sejahtera?
    kemudian berpikir apa yang bisa kubagi buat mereka, ya..
    maka aku tidak menyebutnya buruh, aku panggil mereka saudaraku...aku punya cerita, kisah dan sedikit catatan untukmu..ya..mungkin tidak bisa megnyangkan perut tapi setidaknya..menemani waktu kosongmu untuk membaca..silahkan datang kecatatan saya...baca sebebasnya, komentarlah semuamu..aku nggak kuasa memecatmu sekalipun kau menghina catatan itu...tidak seperti majikanmu..sekali lagi berkunjunglah..aku tunggu...

    BalasHapus